Hujan jatuh, tanpa terburu, seperti ingin berkata sesuatu. Jalanan lengang memantulkan bayang, dan lampu-lampu kecil tampak lelah menunggu pagi. Aku duduk, mendengar Bandung bercerita, dalam bisik gemericik di kaca jendela. Hujan ini, katamu, adalah puisi yang tak pernah selesai kutulis. Ada dingin yang tak hanya dari angin, ada rindu yang tak hanya dari malam. Bandung tenggelam pelan-pelan, di antara rintik dan bayangmu yang samar. Dan di hujan malam itu, aku belajar lagi cara melupakan— dengan mendengarkan Bandung, yang menangis dalam sunyinya sendiri.